[Book Review] 90 Hari Mencari Suami – Ken Terate

Posting Komentar
Begitu banyak pintu tertutup saat usia kita tiga puluh tahun. Pintu-pintu terbanting tertutup rapat di depan hidungmu pas jarum pukul menyentak di angka dua belas pada tengah malam. 
Background image by freepik | Edited by Petak Imaji 


Sejak remaja, Eli terbiasa merencanakan pencapaian hidup yang ingin diraihnya. Dan dia mulai panik saat usianya resmi 30 tahun, semua rencana dan mimpinya tentang "sukses sebelum 30 tahun" resmi kandas. Boro-boro menikah, punya pacar saja enggak. Kariernya sama karamnya dengan kapal Titanic. Selama lima tahun bekerja di Glow Event Company, Eli sadar, dia tidak akan pernah naik pangkat jadi artis terkenal dan hanya akan terus-terusan menjadi budak artis.

Kepanikan Eli makin bertambah ketika Lisa—adik perempuannya, akan segera menikah. Dalam budaya Jawa, ada mitos mengerikan: jika kamu didahului menikah oleh adikmu, kamu bakal jadi jomblo. Selamanya! 

Di tengah kepanikannya, Eli meminta saran kepada dua sahabatnya, Sandra dan Rosa. Sayangnya mereka juga sedang dirundung masalah pribadi, Sandra sedang berselisih pendapat dengan suami bulenya. Dan Rosa harus menghadapi dirinya hamil dan tidak bisa meminta pertanggungjawaban dari pria yang memberinya anak. 

Eli tak tahu apakah dia ingin menikah dan membangun keluarga. Namun dia yakin jika dia tak ingin menua sendiri. Masalahnya, jika tak ingin lajang abadi Eli harus menemukan calon suami sebelum hari pernikahan Lisa—yang artinya cuma tersisa waktu 90 hari bagi Eli untuk mencari calon suami. 
Di zaman serba gampang seperti ini—makan tinggal pesan, belanja sepatu tinggal pencet—mencari jodoh kok sama masih susahnya kayak zaman baheula. 


Baca juga:

90 Hari Mencari Suami adalah buku pertama penulis yang aku baca. Sebenernya sudah lama tahu nama beliau sebagai salah satu penulis yang tulisannya patut dinanti, namun baru sekarang punya hasrat untuk membaca gara-gara ikutan Fiksimetropop Reading Challenge 🙈.

Buku ini mengangkat mitos yang menjadi momok  bagi sebagian besar wanita Jawa yaitu 'jika kamu masih lajang di usia 30 dan adikmu menikah lebih dulu, kamu terancam jadi perawan tua'. Mitos ini pun juga menghantui Eli. Dan atas saran Sandra dan Rosa, Eli berusaha mencari suami di sisa hari sebelum hari pernikahan Lisa. 

Dalam menjalankan misinya untuk mencari suami selama 90 hari, Eli jadi bertemu kembali dengan Jay—senior yang pernah ditaksirnya saat kuliah, Dimi—tetangga sekaligus teman masa kecilnya, dan Dewa—lelaki yang dikenalnya dalam perjalanan menemui klien di Bogor. Selain itu, Eli bahkan mencoba mencari kenalan di Tinder. Tapi ketika ia mencoba menjalin hubungan dengan mereka, ada saja kendalanya—dari 'anak mami' sampai orang yang posesif yang tentunya tidak sesuai dengan kriteria Eli. 

Buku ini menggunakan sudut pandang Eli sebagai orang pertama dalam menggambarkan kehidupannya sebagai seorang gadis metropolitan yang cukup sukses dalam karir, namun memiliki tanda tanya besar dalam urusan jodoh. Meski 90 Hari Mencari Suami ini merupakan debut pertama penulis di lini Metropop, penggambaran kehidupan metropolitan Eli di sini terbilang sukses. 

Alurnya cukup smooth dan sangat menyenangkan dibaca. Konfliknya sendiri tak hanya berputar pada tokoh utama saja, namun juga terjadi pada tokoh-tokoh pendukung yang tentunya jadi mendukung penyelesaian konflik tokoh utama.

Bagi yang merasa senasib dengan Eli, sedang merencanakan pernikahan, atau bahkan yang terbersit pemikiran tidak ingin menikah, novel ini mungkin akan merubah pikiran kita setelah membacanya. 
"Lo boleh punya alasan apa pun buat nikah atau nggak nikah, tetapi ketakutan bukan salah satunya." 

×××

Judul : 90 Hari Mencari Suami 
Penulis : Ken Terate 
Penyunting : Raya Fitrah
Penyelaras Aksara : Yuliono, Laura Ariestiyanti
Desain Sampul : Yogi Fahmi Riandito
Penerbit : GPU 
Terbit : 7 Oktober 2019 (Cetakan I) 
Tebal : 364 hlm. 

Related Posts

Posting Komentar